Masitoh bukan wanita biasa, tapi sangat luar biasa. Di samping sebagai ibu rumah tangga, ia sanggup menjadi seorang petugas pemadam karhutla, yang rata-rata hanya dilakukan oleh laki-laki.
Masitoh menceritakan, dia sudah 19 tahun bekerja di Manggala Agni Pekanbaru. Ia masuk pada tahun 2006.
"Waktu itu ada lowongan kerja di Manggala Agni, saya coba masuk dan diterima. Alhamdulillah, kini sudah P3K
(pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja)," kata Masitoh saat diwawancarai Kompas.com di lokasi dia memadamkan karhutla di lokasi.
Warga Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru, ini mengaku bergabung dengan Manggala Agni karena panggilan jiwa.
Sejak kecil fisiknya memang sudah terlatih, karena ikut pramuka.
"Karena memang panggilan jiwa. Dari kecil saya sudah ikut pramuka. Setelah tamat SMA saya gabung Manggala Agni. Belum nikah waktu itu. Kalau sekarang sudah punya anak lima orang," kata Masitoh yang tampak sedikit grogi.
Selama menjadi tim pemadam karhutla, banyak suka maupun duka yang dirasakan Masitoh. Masitoh pertama kali ikut terjun memadamkan api, sewaktu karhutla di Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, pada 2014 silam.
Waktu itu, kebakaran sangat besar dan luas di lahan gambut total. Kebakaran ini membuat Riau terdampak bencana kabut asap.
Bahkan, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kala itu sampai turun langsung melihat penanganan karhutla di Desa Rimbo Panjang. Kini, Desa Rimbo Panjang sudah dipenuhi perumahan beberapa perusahaan.
"Waktu itu kan kebakaran besar. Jiwa saya merasa terpanggil untuk ikut menyumbang tenaga memadamkan api. Tidak tega melihat masyarakat terpapar asap," tutur Masitoh.
Pada saat memadamkan api, Masitoh dan anggota Manggala Agni yang laki-laki, terkepung asap.
Situasi saat itu sangat berbahaya bagi keselamatan Masitoh dan petugas lainnya.
Sebab, angin tiba-tiba berubah arah ke petugas, penuh asap dan menerbangkan bara api.
"Waktu itu Pak Pirnahan Panggabean ketua tim kami, bilang ke kami harus cepat keluar dari lokasi. Beliau bilang tinggalkan saja semua peralatan dulu, yang penting keselamatan jiwa. Kami berlari ke luar dari lokasi. Ada dua kali kejadian seperti itu di Rimbo Panjang. Itulah dukanya," kata Masitoh seraya mengenang masa itu.
Sisi sukanya, Masitoh merasa ada kesenangan tersendiri bisa terlibat memadamkan api karhutla.
Ia juga merasa senang bergabung memadamkan api dengan tim yang laki-laki, karena semuanya mendukung.
"Di lapangan itu asyik. Kita berjuang bersama-sama memadamkan api. Teman-teman pemadam yang laki-laki semuanya dukung saya. Susah senang kami tetap kompak di lapangan," kata Masitoh.