Keputusan untuk membekukan PWI Provinsi yang dibentuk berdasarkan Kongres Provinsi (yang merupakan pengambil keputusan tertinggi di daerah) karena berseberangan dengan keputusan pengurus pusat, rasa-rasanya menyisakan kejanggalan dan menunjukkan kelemahan organisasi. Kalau mau diibaratkan, pembekuan itu persis seperti gubernur yang dipilih dari hasil Pemilu, lalu dipecat karena dinyatakan tidak patuh terhadap keputusan presiden. Tentu tidak boleh seperti itu.
Dalam kenyataannya, Presiden saja, tidak memberi sanksi dan memecat gubernur dan bupati yang tidak mengikuti retret di Magelang. Padahal, retret itu adalah perintah khusus atau keputusan penting dari Presiden.
Sekarang ini sangat banyak wartawan di pusat dan di daerah yang merasa jengah, muak, marah, prihatin dan sedih melihat kondisi yang terjadi di PWI. Tidak hanya wartawan pemula. Wartawan senior dan super senior yang sudah melintasi tiga zaman pun merasakan hal sama. Apakah Bung HCB dan Zulmansyah pernah membayangkan hal seperti ini bakal terjadi?
Rekonsiliasi
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyudutkan salah satu pihak atau dua pihak sekaligus. Tidak ada maksud seperti itu. Ini hanya opini penulis pribadi yang tidak ada kaitan dengan dukungan atau anti terhadap PWI HCB atau Zulmansyah. Penulis hanyalah wartawan biasa di daerah yang prihatin terhadap “kondisi mengerikan” di dunia jurnalistik tercinta sekarang ini. Tulisan ini juga bebas untuk dikritik atau dibantah.
Penulis hanya menginginkan agar HCB dan Zulmansyah melakukan islah tanpa banyak persyaratan untuk menjadikan organisasi PWI bersatu lagi. Lihatlah fakta kondisi riil saat ini, lebih banyak mudarat daripada manfaat perpecahan ini.
Imbauan dan permintaan berbagai pihak yang sudah lelah mengusulkan agar kedua belah pihak berdamai, sebaiknya segera dilakukan. Apalagi penyebab perpecahan ini sangat berbeda dibandingkan dualisme kepengurusan PWI era Rosihan Anwar dan BM Diah pada 1970-an dulu.
Ada baiknya perdamaian dilakukan dengan terlebih dahulu mencabut seluruh “keputusan organisasi” yang telah menimbulkan masalah dan perpecahan parah di berbagai daerah di Tanah Air.
Ada dua orang yang dirasa penulis dapat mempersatukan HCB dan Zulmansyah. Mereka adalah Prof Ninok Leksono, Redaktur Senior Harian Kompas dan Dahlan Iskan, eks Pimpinan Jawa Pos. Selaku wartawan yang dibesarkan Kompas, HCB diharapkan dapat mengingat petuah dan nilai-nilai Kompas yang dikembangkan pak Jakob Oetama yang lebih mengedepankan musyawarah dan perdamaian daripada pertikaian. Kalau saja Pak JO, demikian panggilan Pak Jakob, masih hidup, agaknya beliau juga merasa prihatin dengan kondisi PWI saat ini.
Prof Ninok, sebagai wartawan senior, tokoh pers dan pendidik yang dibesarkan Kompas dan sangat mengerti filsafat Kompas, tentunya dapat mewakili pak JO yang pernah membesarkan PWI, untuk mendinginkan hati HCB . Adapun pak Dahlan Iskan adalah petinggi Jawa Pos yang sangat disegani oleh Zulmansyah yang dibesarkan oleh Harian Riau Pos (anak grup Jawa Pos). Kedua tokoh ini, adalah dua orang yang sangat pas kita minta sebagai juru damai untuk menjadikan PWI bersatu kembali. Tentunya diperlukan banyak senior lainnya yang dapat dianggap netral untuk tergabung dalam tim perdamaian itu.
Sesungguhnya tidak ada alasan kuat untuk melanjutkan kisruh yang sudah memecah belah wartawan di seluruh penjuru negeri. Karena yang kita lihat sekarang hanyalah adu kuat, baku hantam yang hanya memperbesar perpecahan dan kehancuran. Kalaupun dilakukan gugatan hukum, percayalah, hal itu akan memakan waktu yang lama. Nanti akan ada putusan tingkat pertama, tingkat banding dan kasasi. Kasus ini akan semakin bertele-tele dan yang kalah akan kecewa dan perpecahan itu tidak akan dapat dipersatukan lagi.
Apakah itu yang kita inginkan?
Wassalam.